Suatu pagi
Matahari berangsur tampak
Embun pagi masih menetes
Hawa dingin meremas kulit menjadi keriput
Rasa kantuk yang tetap ada meski sudah dibasuh air
Kepada Tuhan dipagi itu aku meminta maaf
Telah berjanji bagai manusia tanpa dosa
Sombong bahwa aku sudah lupa janjiku padaNya
Dengan menunduk dan tangan mengadah
Air mata jatuh menggenang ditangan
Beribu kata yang kuutarakan
Meskipun aku yakin dia sudah tau masalahku apa
Berbicara lalu menyeka hidung
Menatap ke langit dengan senyum tapi tangis menjadi-jadi
Aku tak pernah tau bahwa aku akan membawa perasaan seperti ini
Selalu ku tapis saat-saat tertentu
Namun kembali mengandung dijam tak terduga
Kubawa sendiri perasaan yang aneh ini
Sampai mual aku akibat perasaanku sendiri
Berhenti sudah kucoba semaksimal yang kubisa
Hanya tanganku sendiri yang menyeka air mata
Tembok kamar menjadi saksi seberapa sering aku menangis
Tak kupungkiri hati hanya bisa mengalir seperti air
Dipaksa akan kembali, ditanam akan mati
Jika aku bisa menjadi bunga
Aku akan memilih menjadi bunga matahari
Tumbuh dengan indah lalu tak lama akan mati
Bungkusnya rapi dengan koran
Tidak dipangkas melainkan dibawa dengan tinggi tangkainya
Menghadap sang matahari sungguhan
Tanpa merasa tinggi padahal memang sudah tinggi dari bunga yang lain
Gerombolan awan menuju siang meneduhkan posisiku
Sesuatu yang akan aku jalani hari ini akan sama
Jam aku berdoa pada Tuhan tetap sama
Tuhan maafkan aku sekali lagi
Aku merindukannya, hambamu di ujung kota itu
Aku mencintainya, hingga kini
0 comments:
Posting Komentar