Sejak masih menjadi anak aku sudah memiliki hobi memendam. Memendam keinginan, memendam rasa, memendam niat, memendam pengakuan. Setelah dewasa, setelah semuanya pergi, ayah dan ibu pergi aku makin banyak memendam. Aku harus memendam semua demi kebaikan orang lain. Maksudnya, orang-orang disekitarku. Demi bahagia mereka, demi kesejahteraan mereka dan demi keberlangsungan hidup. Tak apa, aku mau melakukannya karena aku menyayangi orang-orang disekitarku itu.
Kadang, memendam semua sendirian itu seperti kepala
ingin meledak. Entah sejak kapan, tapi akhir-akhir ini aku sering mendengar
kepalaku berbicara dan aku harus melakukan apa yang kepalaku bicarakan kalau
tidak aku bakal kepikiran terus seharian. Ingin cerita tapi semua orang sibuk
dengan masalahnya sendiri, aku jadi merasa tidak enak jika harus bercerita
masalahku pada mereka. Pada keluarga, adikku masih kecil, aku tidak ingin dia
ditambahi dengan pikiranku, nenekku sudah tua kalau aku cerita dia pasti sakit
karena ikut kepikiran. Jalan satu-satunya ya menangis.
Aku sebenarnya sangat butuh tempat cerita sepertinya. Saat
ada teman yang datang dan banyak mendengarkan aku, aku jadi senang. Sayangnya mereka
hanya datang hitungan jari dalam setahun.
Rindu sekali pulang ke rumah yang ada ibu dan ayahnya.
Meskipun saat mereka masih ada aku tidak banyak bercerita tapi setidaknya aku
merasa aman dengan keberadaan mereka. Aku merasa ada yang melindungi, saat
melakukan kesalahan ada yang menegur, saat ingin melakukan suatu hal besar ada yang
mendoakan. Sekarang semuanya hampa, benar-benar sepi dan kosong. Benar-benar
sendirian, ternyata ayah dan ibu adalah manusia yang paling ada di dalam
hidupku. Karena, setelah mereka pergi aku sendirian, benar-benar sendirian
tidak kemana-mana dan tidak ada yang diminati. Sampai setiap aku dijalan aku
selalu takut kalau-kalau aku ada apa-apa atau aku jatuh atau ketabrak, tidak
ada yang bisa dihubungi. Aku akan sendirian setelah ditolong orang, aku periksa
sendiri, aku bayar obat sendiri, nanti aku pulang juga tetep sendiri dan sampai
rumah aku sendiri. Menakutkan tapi harus dijalani.
Hidup aku tak kuat, matipun tak sanggup.
0 comments:
Posting Komentar