Ada bab-bab yang bahkan untuk membacanya kembali saja aku takut. Ada kenangan yang kalau disentuh sedikit saja, rasanya seperti membuka luka yang belum kering. Aku ingin pura-pura lupa, ingin menulis ulang naskahnya, tapi bagaimana caranya? Aku terjebak di lembaran yang sama, dengan nama-nama yang tak bisa kuhapuskan begitu saja.
Kukira dulu aku cukup kuat. Kukira kalau aku bertahan, segalanya akan lunas terbayar dengan akhit yang bahagia. Tapi nyatanya, semakin kupaksa berdamai dengan semuanya, semakin dalam aku tenggelam. Terkadang aku iri pada orang-orang yang bisa memulai lembaran baru tanpa membawa serpihan masa lalunya. Sedangkan aku? Bahkan berjalan pun rasanya menyeret luka.
Kalau saja hidup ini bisa dipijak ulang seperti papan permainan, aku ingin meletakkan pionku di titik paling jauh dari segala hal yang pernah membuatku patah. Aku ingin lahir tanpa pernah mengenal beberapa nama, tanpa harus jatuh cinta pada orang yang tak pernah benar-benar menoleh ke arahku.
Tapi aku juga tahu, berlari pun takkan pernah benar-benar bisa pergi. Karena sekuat apa pun aku menutup mata, semuanya sudah terukir di kepala. Dan mungkin, satu-satunya jalan pupang adalah tetap berdiri disini, berserah pada Tuhan. Kalau nant8 takdirnya memang aku diizinkan menulis bab baru, aku hanya ingin isinya lebih damai. Lebih tenang. Tanpa orang-orang yang menjadikan aku sekedar jeda.
Sampai waktu itu tiba, biarlah aku tetap disini. Membaca ulang cerita yang sama. Menangis di halaman yang sama. Sambil percaya ada babak selanjutnya, dimana aku tak lagi ingin lari karena akhirnya aku pulang ke versi diriku yang utuh.
Source : @narameraki
0 comments:
Posting Komentar