Sabtu, 10 Juni 2017

Tak Kenal Maka Kenalan Dulu Dong!


Tak Kenal Maka Kenalan Dulu Dong!


Susah memang jika aku terus berusaha mendapatkan pandangan balik darimu jika kau dan aku tak saling kenal. Tak saling kenal artinya juga tak saling menyapa, ya untuk apa menyapa jika dalam hatimu selalu berkata "siapa kamu, apa aku harus mengenalmu?". Aku pernah membaca juga mendengar kesimpulan bahwa aku tidak akan bisa mendekatimu jika aku tidak mengenalmu. Menurutku kesimpulan ini sedikit tidak benar, jika aku hanya ingin melihatmu saja mengapa aku harus mengenalmu? Kau tau bahkan bintang yang kau lihat setiap malam tak pernah meminta kau untuk berkenalan meskipun dia tau kau akan melihatnya lagi dan lagi. Beda cerita jika aku ingin mendapatkan lebih dari pandangan balik darimu yaitu dirimu. Aku bohong jika aku mengatakan aku tak ingin. Mataku berbicara kau memang indah. Wajah rupawan tinggi semampai hitam manis seperti kecap cap tukang sate. Kau berbeda, aku suka karena kau tidak pernah peduli. Tapi aku juga tidak suka karena kau mengabaikan kewajibanmu yang sangat penting. Entah jika aku sedang tidak memperhatikanmu kau sangat taat pada kewajiban itu.
Bintang, ya bintang. Apa kau pernah melihat bintang ditanah? Atau bahkan disepatumu? Sepatu hitam seperti langit malam. Aku pernah mengirimkan beberapa bintang yang aku ambil dari langit khusus untukmu. Lima. Aku memang memilih angka ganjil karena kau memang ganjil. Aku selalu mengingatmu saat kau bahkan tak sedikitpun tau. Apa dihatimu tidak pernah ada pertanyaan untukku bahwa aku pernah cemburu padamu? Aku cemburu pada sepatumu, keduanya selalu menemanimu melangkah dan mengayuh sepedamu. Aku cemburu pada kacamatamu yang setiap hari selalu membantumu melihat dunia lebih jelas. Aku cemburu pada angin yang selalu memelukmu padahal kau tak ingin. Aku cemburu pada air yang selalu mencairkan lelahmu. Aku juga cemburu pada tanah yang kau pijak. Aku cemburu pada mereka semua yang bisa memandangmu bahkan kau juga memandangnya kembali.
Saat ini pintu menujumu telah kau kunci rapat rapat. Aku bahkan tak tau kau berada di bagian bumi sebelah mana. Aku juga telah lupa bagaimana keindahan matamu setiap kali aku pandang. Aku tak ingat tundukan kepalamu ketika aku mencoba melihatmu lebih dalam. Kau menolak. Iya. Aku tidak mungkin mengetuk pintu itu lagi bahkan melihatnya aku mungkin tidak diperbolehkan. Siapapun yang berada di dalam pintumu saat ini aku senang karena kau bisa memandangnya. Pandangan matamu memang lebih lembut dari kapas pembersih wajah, membuat siapapun lelah dan ingin tersenyum. Begitu pun aku.