Selasa, 13 Oktober 2015

Segaris potongan roti


Aku mengingatnya, ya roti dan penggaris. Aku masih mengingatnya saat aku mencongkel roti bakar kecil yang kau tawarkan. Aku tetap mengingatnya saat aku duduk dan melihatmu memegang penggaris yang tak terdapat angka 0. Ya, sebelum pelantikan besar, banyak yang harus disiapkan sebagai tim agar mendapat hasil yang memuaskan. Aku perempuan, wajar yang tak mengerti cara memotong selembar triplek yang bisa dibilang cukup keras.

                Dengan suara lembut dan ringan kau menawarkan roti kecil milikmu pada semuanya, dan ketika tawaran tertuju padaku aku tak mengenalmu namun tetap mengambilnya karena aku inginkan roti itu. Sore, iya aku ingat sore itu aku duduk melihat guru yang mengajarimu cara menguku agar potongan yang dihasilkan sesuai. Dengan ragu tapi pasti aku bertanya mengapa tidak kau ukur dari 0. Entengnya dijawab jika penggarisnya tidak ada angka 0. Saat itu aku langsung berfikir apa ukurannya nanti tidak kekecilan ya. Tapi karena belum terlalu mengenal jadi aku ya hanya diam melihat kau mengukurnya.

                Setelah diukur, ada teman yang lain yang bertugas mengiris dengan gergaji selembar triplek tersebut. Aku kembali memperhatikan langkah selanjutnya tersebut. Dan semua selesai, tapi aku tak menemukanmu lagi disetiap pandangan mataku. Aku coba mencarimu dibawah selokan, didalam pot, bahkan di dalam kran air. Tapi aku tetap tak menemukanmu. Hingga aku tersadar bahwa itu hanyalah sebuah bunga tidur yang sangat wangi. Namun tak bisa tercium lagi baunya saat aku tau aku ternyata terlambat berangkat kesekolah hari itu.


Segaris potongan roti